Kurang Bergerak Bisa Berakibat Kematian
ilustrasi kurang bergerak |
odemisasi dunia di bidang teknologi menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi kesehatan manusia. Penelitian Badan Kesehatan Dunia (World Health Orga-nization/WHO) menyebutkan, akibat gaya hidup modem di dunia, 1 dari 10 kematian dan kecacatan disebabkan oleh pola bekerja dengan lebih banyak di posisi duduk.
Lebih dari 2 juta kematian per tahun disebabkan kurang beraktivitas fisik. Antara 60 hingga 85 persen orang dewasa di seluruh dunia tidak cukup melakukan gerakan fisik, sehingga menyebabkan berkembangnya penyakit yang mematikan, seperti, stroke, gangguan jantung, gangguan otot, dan tulang.
Spesialis Rehabilitasi Medik Rumah Sakit (RS) Husada, dr H Gultom pada seminar untuk awam yang bertemakan Pilihanku Hidup Sehat yang digelar RS Husada, dalam rangka ulang tahunnya ke-85 di Jakarta, Sabtu (12/12) mengatakan, pola hidup sehat khususnya beraktivitas fisik atau olahraga secara teratur sangat diperlukan dalam memelihara kesehatan dan mencegah serangan penyakit tersebut.
"Sayangnya, pada zaman sekarang, sebagian besar orang bekerja dibantu dengan teknologi yang canggih, sehingga kurang melakukan aktivitas fisik yang cukup. Ditambah lagi dengan kurang memperhatikan istirahat dan pola makan," katanya.
Olahraga dapat meningkatkan fungsi paru-paru dan pembuluh darah, meningkatkan kelenturan otot sehingga mengurangi cedera, dan kepadatan tulang untuk mengurangi patah tulang. Selain itu, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan hormonal, menjaga kestabilan berat badan ideal dan mengurangi risiko terjadinya penyakit.
Olah raga tidak harus monoton, seperti lari, aerobik, senam, bersepeda, angkat besi atau berenang. Tetapi, bisa juga dengan kegiatan sehari-hari di rumah, seperti menyapu rumah, menyeter-
ika, mencuci baju, mengecat rumah, berkebun, memotong kayu, atau membersihkan jendela. Aktivitas seperti ini pun dapat mengeluarkan kalori yang besar.
Disamping olahraga, menurut Ahli gizi dari Institut Pertanian . Bogor (IPB) Prof Darwin Karyadi, pola makan yang sehat dapat mencegah penyakit berbahaya tersebut. Antara lain, dengan sering mengonsumsi buah dan sayuran, yang mengandung antioksidan dan zat gizi makro dan mikro yang sempurna.
"Lebih baik lagi kalau disajikan secara mentah, seperti lalapan yang belum mengalami proses, karena enzim masih hidup. Buah dan sayur impor belum tentu aman untuk kesehatan karena perlakuannya banyak sebelum sampai ke Indonesia. Lebih baik yang lokal atau yang original tanpa disuntik," jelasnya.
Masih Rendah
Meski penting, konsumsi buah dan sayuran di Indonesia ma-
sih tergolong rendah, yakni 1-2 porsi per hari, di bawah negara lain seperti Amerika yang mencapai 4-5 porsi per hari.
Makanan yang memiliki kualitas lemak dan protein yang tinggi, dan baik untuk dikonsumsi antara lain, produk kedelai pengganti daging (tahu dan tempe), ikan laut, kacang-kacangan, dada ayam, umbi-umbian, avokad, almond, buah zaitun, dan keju.
Hindari keseringan mengonsumsi daging, karena menyebabkan mudah emosional dan stres.
Semua jenis penyakit pada dasarnya bisa dicegah dengan pola hidup sehat, khususnya pilihan makanan. Sayangnya, belum semua orang sadar, dan lebih mengutamakan lidah daripada kesehatan.
Orang lebih banyak memilih makanan siap saji yang enak di lidah, tapi belum tentu sehat. Lebih sedikit orang yang memilih makanan tradisional yang mungkin tidak sesuai lidah, teta-
pi baik untuk kesehatan.
Sementara itu, menurut Guru Besar Ilmu Gerontologi Universitas Indonesia, Prof Tribudi Rahardjo, pola hidup yang salah memicu meningkatnya jumlah lansia, dan lansia yang sakit-sakitan, selain karena genetik, polusi, dan radiasi.
Bahkan, sebagian besar lansia menderita penyakit kronis, seperti jantung, stroke, tulang patah, dan kanker akibat pola hidup yang salah.
Tahun 2020 diperkirakan, jumlah lansia meningkat menjadi 28,8 juta, atau 11 persen dari total penduduk. Saat ini lansia di Indonesia berjumlah 21 juta jiwa.
Apabila hal ini tidak dicegah, akan menambah posisi Indonesia makin tinggi sebagai negara terpadat untuk populasi lansianya. Di mana saat ini, menempati urutan kesepuluh di dunia, di samping urutan keempat terpadat untuk populasi penduduk. [SP/Dina Manafe]