Liem Swie King dan Kebutuhan Inspirasi
Tepatlah di tengah gegalau prestasi bulu tangkis Indonesia dewasa ini, terbit buku tentang sosok pahlawannya yang sangat menginspirasi. Panggil Aku King, buku tentang pebulu tangkis era 1970-1980-an Liem Siwe King itu, pekan lalu diluncurkan bersamaan dengan digelarnya turnamen super series Indonesia Terbuka. Kesadaran Rita segera menghubungkan pentingnya biografi itu dengan realitas bulu tangkis sebagai cabang olahraga yang telah mencuatkan nama bangsa ini di percaturan dunia. Pencapaian prestasi internasional yang dari sisi apa pun belum tersamai oleh cabang olahraga lain hingga sekarang.
King, pebulu tangkis asal Kudus itu, bukan hanya lekat dengan Indonesia Terbuka. Prestasi terbaiknya adalah juara All England 1978,1979, dan 1981, turnamen yang pada masa-masa itu diakui sebagai kejuaraan dunia (tidak resmi). Dia penerus sang maestro juara delapan kali All England, Rudy Hartono. Bedanya, Rudy mampu memadukan juara All England dengan gelar juara dunia resmi, sedangkan King dua kali gagal di final. Pada 1980 dikalahkan oleh Rudy, dan pada 1983 dari Icuk Sugiarto. Dan, memang, sangat sedikit pemain yang berhasil menggabungkan dua gelar yang diapresiasi sebagai puncak-puncak pencapaian itu.
Pada King melekat banyak referensi yang patut dijadikan ilham oleh pebulu tangkis masa sekarang. Meskipun pernah mengalami insiden-insiden disiplin, dia dikenal sebagai atlet yang ketat menjaga , kebugaran fisiknya. Smes loncat yang pernah diteliti secara ilmiah di Inggris merupakan brand sebagai "King Smash". i Walaupun para pemain masa kini ; mengembangkan konsep teknis pukulan ; mematikan semacam itu, smes King be-; lum tersamai dari gaya maupun kekuatan-I nya, yang oleh Rudy Hartono digambar-; kan berkecepatan 300 km/ jam. Ke-j cepatan, akurasi, dan kekompletan pukulannya mungkin seperti Lin Dan sekarang.
Pada masanya, popularitas King juga membawa imbas godaan-godaan yang umum dihadapi seorang selebriti. Dia sempat bermain dalam film Sakura dalam Pelukan bersama artis Eva Amaz, yang kemudian banyak disorot sebagai bagian dari awal surutnya prestasi. Dia kemudian menekuni nomor ganda bersama Karto-no Hariatmanto, lalu Bobby Ertanto. Dalam sejarah, bagaimanapun King tercatat sebagai salah satu pemain terbaik dan paling berbakat yang pernah lahir di negara bulu tangkis ini. Ia mencatatkan era tersendiri pasca-Rudy Hartono, dengan meninggalkan jejak gaya bermain dpn performa yang fenomenal.
Panggil Aku King karya R Adhi Ksp ini merupakan biografi yang ketiga soal bintang bulu tangkis, setelah Rudy Hartono Rajawali dengan Jurus Padi (Alois Nugroho, 1986), dan Taufik Hidayat Magnet di Bulu Tangkis (Broto Happy, 2007). Pada 1980-an memang ada buku Pasang Surut Prestasi Bulu Tangkis Indonesia karya wartawan Leopold Rungkat, namun secara keseluruhan sebagai negara bulu tangkis kita masih minim khazanah kepustakaan tentang olahraga ini. Padahal kita jelas membutuhkan inspirasi, keteladanan, dan data base prestasi yang penting bagi generasi sekarang dan mendatang.
Dinamika pembinaan sekarang dan pada masa silam memang berbeda, seiring dengan perkembangan apresiasi tentang olahraga, bulu tangkis, gaya hidup, serta budaya pop. Tiap zaman memiliki tantangan dan kebutuhan solusinya sendiri. Namun tetap saja menarik menyimak penuturan Liem Swie King yang terkenang saat-saat para pahlawan bulu tangkis kita bertarung. Jalanan sepi, konsentrasi masyarakat seolah-olah tercu-rahkan untuk memberikan dukungan, baik secara langsung maupun melalui pesawat televisi atau radio. "Ritus" yang menandakan betapa penting bulu tangkis melekat sebagai bagian dari kehidupan bangsa ini.